Mereka adalah orang orang yang bangkit dari kesedihan dan telah menjadikan AlQur’an sebagai ‘musim semi’ dihatimereka, cahaya di hati mereka, yang menghilangkan kesedihan dan mengusir kegelisahan..
Kisah Pertama: Suaminya meninggal, Ia Menghafal Al Qur’an Hanya Dalam Waktu 1 Tahun
Asma’ ibu dari beberapa orang anak ini mesti berjuang sendiri karena suaminya lebih dulu menghadap Allah -subhanahu wa ta’aala-.
Ia lalu mencurahkan segenap hidup dan waktunya untuk mendidik
keluarganya agar kelak dapat tumbuh dan menjadi bibit yang baik ditengah
tengah masyarakat. Ia sukses mewujudkannya. Tetapi kemudian Ia
merasakan waktu senggang yang membunuh dan hampir saja menyeretnya untuk
melakukan hal hal yang biasa dilakukan para tetangga yang suka
berceloteh, adu domba dan melakukan hal hal yang sia sia lagi buruk. Ia
memutuskan untuk meninggalkan teman teman yang seperti ini dan bergabung
bersama halaqoh halaqoh tahfidz al Qur’an.
“Benar saja, ternyata kemampuanku
dalam menyerap materi sangat kuat dan hafalanku terus berkelanjutan
hingga aku mampu menghafal AlQur’an 30 juz hanya dalam tempo 1 tahun.
Aku senantiasa menghafal AlQur’an kapan saja ketika ada waktu kosong.
Namun biasanya aku menghafal ketika selepas shalat Ashar…”
“Aku
sampaikan kepada mereka yang mengalami kondisi seperti kondisiku,
hendaknya mereka tidak menyerah atau merasa lemah dengan segala
kepedihan yang mereka hadapi sehingga ia akan menjadi mangsa
keterasingan..”
Kisah Kedua: Wanita 50 Tahun ini Hafal AlQuran Setelah Suaminya Meninggal
Ia menghadapi berbagai musibah dan ujian didalam hidupnya tapi hal itu justru menambah
ketegarannya. Ia memiliki 10 orang anak dan seorang suami yang berusaha
keras untuk menghidupi seluruh anggota keluarganya. Tiba tiba suaminya
meninggal. Namun ia tidak menangis, berteriak histeris atau melemparkan
dirinya di hadapan berbagai persoalan. Ia kembali kepada AlQuran dan
membentengi diri dengannya.
“Hati saya tertambat dengan AlQur’an dan mencintainya. Saat berhadapan dengannya saya merasakan kenyamanan dan ketenangan.
Saya menemukan metode menghafal yang intinya adalah mengulang bacaan 10
juz setiap dua bulan hingga saya benar benar mampu menghafalnya.
Setelah itu saya memulai sisa juz berikutnya hingga mampu menghafal
AlQur;an secara keseluruhan. Itulah yang dulu saya kerjakan hingga kini
masih terus saya lakukan terhadap
AlQur’an. Saya tidak akan pernah meninggalkan waktu sesaat dan
sedetikpun kecuali bersamanya dan terus menekuninya dalam setiap waktu
dan banyak berdoa dan kembali kepada Allah hingga Allah mengaruniakan
kepada saya untuk dapat menghafalnya dengan hafalan yang tertanam kuat..”
Ia juga sangat menaruh perhatian
agar anak anaknya mampu menghafal Al Qur’an. Cita citanya tersebut
terwujud saat ia mendapati anak-anaknya menjadi dai dan imam masjid
hingga mereka saling berlomba untuk memasuki berbagai dauroh dan halaqoh
tahfidz.
Beliau berpesan untuk para wanita penghafal AlQuran dengan air mata yang berderai dari kedua matanya, “Saya
berharap agar mereka berusaha sungguh sungguh untuk menghafal AlQur’an,
tidak mendahulukan berbagai urusan dunia dan hendaknya mereka mengisi
waktu mereka untuk menghafal dan muraja’ah. Untuk diri saya sendiri saya
berharap semoga Allah menganugerahkan kepada saya untuk dapat memahami
tafsiran AlQur’an. Saya telah memulai langkah awal dengan mendengarkan
berbagai kaset Syaikh Al Utsaimin saat menafsirkan Al-Qur’an”
Kisah Ketiga: Tidak dikaruniai anak, Al Qur’an menjadi Pusat Perhatiannya
Ummu
Majid, 33 tahun tidaklah menangis, menjerit ataupun meronta dengan
pandangan orang orang disekitarnya. Bahkan hal itu menjadikanya punya
banyak waktu dan kesempatan luang. Ia larut dengan AlQur’an AlKariim,
menyambutnya dengan penuh rasa senang dan cinta, menelaah serta
menghafalnya. Sebelum masuk ke sekolah tahfidz dia adalahseorang buta huruf namun kemudian Allah mudahkan dia menghafal AlQur’an secara sempurna.
“Seorang
teman yang memiliki kondisi seperti saya menyarankan untuk masuk ke
sekolah tahfidz AlQur’an dan saat itu juga saya menerima saran itu. Saya
memandang hal itu seagai kesempatan untuk mengisi waktu luang,
menghilangkan kegalauan,
menjauhi berbagai forum gosip dan adu domba serta menjadikannya media
untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan menghafal AlQuran..”
“Dulu
saya mempunyai banyak waktu kosong. Saya merasa gelisah dan diliputi
oleh berbagai permasalahan. Suamiku mengalami impoten dan keinginan
untuk punya anak menjadi sulit. Saya
memeluk AlQur’an dan merasakan dahaga yang amat sangat. Akhirnya
AlQur’an menjadi kemuliaan sekaligus petunjuk untuk saya menuju cahaya
dan mencintai kebaikan. Dada menjadi lapang dan AlQur’an menjadi satu
satunya teman duduk. Segala kesulitan menjadi terpecahkan dan dada
menjadi lapang.
Saya pun pergi ke sekolah tahfidz dan kesibukanku adalah kesibukan bersama AlQur’an yang telah memberikan kecukupan dari segenap manusia dan dari berbagai pertemuan yang tidak bermanfaat atau komunitas yang membahayakan. Saya mendapatkan teman teman sekaligus bekal yang baik untuk saling berlomba dalam menghafalkan AlQur’an”
Kisah Keempat: Kehilangan Orang tua, suami dan anak2nya, namun ia mampu Hafal AlQuran Secara Sempurna
Fathimah 48 tahun, adalah seorang wanita buta huruf.
Meski demikian, ia tetap belajar di sekolah tahfidz dan telah mampu
menghafalkan 15 juz. Kisahnya berawal ketika dirinya dan orang tuanya
hijrah ke Saudi dari salah satu negara tetangga demi kehidupan yang
lebih baik. “Ditengah perjalanan kembali ke Saudi kedua orang tua saya mengalamikecelakaan dan meninggal seketika itu juga..” dan
akhirnya ia diurus tetangganya meski kondisi tetangganya itu juga
sangat sulit. Ia kemudian menikahkan Fathimah dengan seorang lelaki yang
baik agama dan akhlaqnya hingga dikaruniai dua orang anak. Tidak lama
kemudian, suaminya mengalami kecelakaan dan meninggal dunia.
“Saya
hidup disebuah kamar yang sangat sederhana sekali, sumbangan dari salah
seorang dermawan. Saya punya sebuah radio kecil yang saya gunakan untuk
mendengarkan siaran AlQur’an al kariim. Saya selalu menirukan bacaan
Qorii yang tengah membaca beberapa ayat. Akhirnya saya mulai mengulang
ulang bacaan setelah membeli beberapa buah kaset. Hafalan saya mulai
bertambah setelah membeli beberapa buah kaset. Saat itu saya mampu
menghafal hingga 10 juz. Lalu saya pergi ke sebuah sekolah tahfidz,
mengikuti beberapa ujian dan ternyata saya mendapat nilai excellent.
Saya
tidak pernah mengecap bangku sekolah dan tidak pernah pula belajar baca
tulis. namun saya seringkali pergi ke Masjidil haram dan meminta dari
sebagian huffazh perempuan disana untuk mengajar, melatih dan mengujiku
terutama karena saya memiliki kemampuan menghafal dan memahami yang
kuat. Mereka memberikan pelayanannya kepada saya tanpa merasa terganggum
berat ataupun bosan.
Fathimah lalu terhenti sejenak dan mulai terisak menangis..
“Saya
teringat saat saat kehilangan ayah, keluarga, dan orang orang yang
telah mengasuh serta membimbingku. Namun, ketika saya segera
mendengarkan bacaan AlQur’an, maka perasaan saya berubah. Saya merasa
ridho terhadap taqdir dan ketentuan Allah..“
“Saya
berpesan kepada setiap orang yang bertambah umurnya dan masih memiliki
banyak kesalahan, untuk segera meluruskan perjalanannya dan menempuh
jalan keselamatan dan memanfaatkan sisa sisa umurnya untuk melakukan
amalan yang dapat mendekatkan dirinya kepada Rabb semesta alam sehingga
akan dimudahkan baginya jalan menuju surga. Didalam AlQur’an terkandung
kenikmatan, kebahagiaan, kasih sayang, dan ketenangan. Bila ia dibaca
dengan hati yang hidup dan akal pikiran yang penuh kesadaran serta
menyelami ayat ayatnya, maka di dunia akan mendapatkan kelapangan hidup
dan di akhirat kelak akan meraih surga.”
Kisah Kelima: Ummu Muhammad (50 tahun) hafal AlQur’an selama 7 tahun
Ummu Muhammad hanyalah tamatan
sekolah dasar. Setelah anak anaknya menikah, maka ia menghadapi kondisi
kesepian dan waktu kosong. Saah seorang tetangganya menyarankan agar ia
mengikuti sekolah tahfidz. ia berfikir.. ia hanyalah wanita tua 50 tahun
buta huruf yang tak tahu baca tulis. Namun ia segera tersadar
bahwasanya para shahabat -ridhwanulloh ‘alayhim- mampu menghafal AlQuran
sedang mereka telah berusia lanjut. Maka ia teguhkan pendiriannya dan
bergabung dengan sekolah tahfidz.
“Setiap
kali aku teringat AlQur’an maka aku dipenuhi perasaan gembira dan
bahagia. tahun demi tahun berlalu, hingga aku mampu menghafal AlQur;an
secara sempurna selama 7 tahun. Aku meneruskan perjalanan ini dan
menyempurnakannya dengan mengikuti 6 kali perlombaan.
Aku berpesan kepada saudaraku muslimah
yang tengah menghafal AlQur’an, hendaknya mereka mentadabburi AlQur’an
dan mempelajari kandungannya sehingga mereka tidak mendapatkan beban
karenanya dan juga mendapatkan syafaat bagi mereka di akhirat kelak.
Juga saya ingatkan kepada saudara saudaraku yang belum menghafal
Alqur’an, agar mereka senantiasa mengingat ingat keutamaan menghafal
AlQur’an serta pahala yang akan diraih oleh penghafalnya. Sebab
kedudukan di surga akan berada di akhir ayat alQur’an yang dibaca…”
Semoga akal ini bisa mengambil pelajaran dari kisah kisah diatas.. Amiinn
========================================================
Kisah kisah diatas adalah beberapa diantara 66 kisah nyata dari buku “Seni Menghafal Al-Qur’an” (((judul aslinya : النسآء لا يعرفن اليأس | Wanita wanita yang tidak kenal putus asa)))
– Ahmad Salim Badwilan. Wacana Ilmiah Press; Buku milik Ustadzah
Mahmudah – pengajar Mahad Hasan bin Ali Samarinda -Jazaahallahu khairaa-
Sumber : http://kucintaquran.blogspot.com/2012/07/kebahagiaan-para-penghafal-al-quran.html
0 komentar:
Post a Comment